Minggu, 27 Desember 2015

BAB 12 ISU ETIKA SIGNIFIKAN DALAM DUNIA BISNIS DAN PROFESI



                                                                       BAB 12      
ISU ETIKA SIGNIFIKAN DALAM DUNIA BISNIS DAN PROFESI

1.             BENTURAN KEPENTINGAN
Benturan Kepentingan (Conflict of Interest), adalah situasi dimana terdapat konflik kepentingan insan perusahaan memanfaatkan kedudukan dan wewenang yang dimilikinya (baik dengan sengaja maupun tidak sengaja) dalam perusahaan untuk kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya sehingga tugas yang diamanatkan tidak dapat dilaksanakan dengan obyektif dan berpotensi merugikan perusahaan. Diatur di dalam PERATURAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) NOMOR : DK-58/PER/XI/2013 NOMOR : 04.03/PER/11/XI/2013.

Sumber benturan kepentingan
1)        Kekuasaan dan kewenangan insan perusahaan.
2)        Perangkapan jabatan, yaitu insan perusahaan memegang jabatan lain yang memiliki benturan kepentingan dengan tugas dan tanggung jawab pokoknya pada perusahaan, sehingga tidak dapat menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel.
3)        Hubungan afiliasi, yaitu hubungan yang dimiliki oleh insan perusahaan dengan pihak yang terkait dengan kegiatan usaha perusahaan, baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya.
4)        Gratifikasi, yaitu kegiatan pemberian dan atau penerimaan hadiah/cinderamata dan hiburan, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik, yang dilakukan oleh Insan perusahaan terkait dengan wewenang/jabatannya di perusahaan, sehingga dapat menimbulkan benturan kepentingan yang mempengaruhi independensi, objektivitas, maupun profesionalisme insan perusahaan.
5)        Kelemahan sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan insan perusahaan yang disebabkan karena aturan, struktur dan budaya perusahaan yang ada.
6)        Kepentingan pribadi (vested interest) yaitu keinginan/kebutuhan insan perusahaan mengenai suatu hal yang bersifat pribadi

2.             ETIKA DALAM TEMPAT KERJA
Perusahaan menghadapi banyak tantangan dalam permasalahan mengenai etika di tempat kerja. Salah satunya adalah bagaimana individu berperilaku. Perusahaan ingin karyawan mereka untuk berbicara, bertindak, dan berpakaian dengan profesional. Sebagian besar perusahaan memiliki aturan berpakaian. Di hari ini lebih sulit untuk menemukan karyawan yang lebih muda tanpa tato atau tindikan. Sulit untuk mencari kandidat yang tepat ketika mereka tidak memiliki alat untuk menutupi seni tubuh mereka. Ada juga masalah kesempatan yang sama. Seorang majikan tidak bisa bilang aku tidak bisa mempekerjakanmu karena kamu bertindik.
Perusahaan harus berhati-hati dalam melarang tindikan dan tato, menyadari bahwa beberapa diantaranya adalah hasil dari praktek budaya dan agama. Sebagai contoh, seorang wanita dari India mungkin memiliki hidung ditindik. Jika anda memerlukan dia untuk membawanya keluar, apakah anda terlibat dalam perilaku diskriminatif terhadap asal-usul kebangsaan atau ras? Anda pada dasarnya akan mengatakan padanya bahwa praktek budayanya tidak profesional di tempat kerja, yang lebih ofensif daripada perhiasan.
Perusahaan dapat meminta seorang pekerja untuk menghapus tato. Apakah itu benar-benar layak, dan akankah perusahaan membayar untuk itu? Mungkin lebih baik untuk hanya mengatakan bahwa tato harus ditutupi. Ini dapat menghabiskan biaya besar untuk pengobatan laser untuk menghilangkan tato. Apakah anda memecat seseorang sementara itu, karena mereka tidak bisa menutupi tato?
Perusahaan juga menghadapi tantangan dengan kejujuran karyawan. Mereka harus masuk kerja tepat waktu dan siap untuk melakukan pekerjaan mereka karena mereka dibayar untuk bekerja. Mereka harus memperlakukan satu sama lain dengan hormat. Tapi ketika pelanggaran etika yang terjadi semakin sering itu tidak terlaporkan, para pekerja telah menjadi sinis terhadap manajemen atau mereka takut akibatnya.
Membiarkan rasa takut atau sinisme berarti melanggar etika. Manajemen perlu untuk mengambil tindakan dan mengubah cara karyawan mereka tentang pelaporan kesalahan. Ketika orang-orang di tempat kerja gagal untuk mengungkapkan kesalahan maka memungkinkan masalah juga bertambah.
Tidak ada yang belajar dari kesalahan yang dibuat dan gagal melihat pentingnya dalam mengendalikan tindakan mereka. Saat masalah pelaporan terhalang, orang akan beralih ke luar. Jika seorang karyawan berubah menjadi media misalnya, hasilnya sangat buruk bagi perusahaan. Investigasi oleh pihak luar berarti membuahkan rasa malu. Paling tidak kehilangan reputasi perusahaan dan mungkin juga tuntutan hukum. Pekerja ingin berhubungan dengan organisasi yang mereka percaya dan suka.
Cara bahwa manajemen dapat mengatasi masalah-masalah etis untuk menghargai karyawan dan departemen dengan etika teladan sebagai bagian dari kebijakan etika bisnis. Anda dapat mengenali keberhasilan dan menjaga standar yang tinggi dalam bisnis anda melalui newsletter personil, catatan, promosi karyawan, dan bonus. Menunjukkan cara yang benar dan menangani konflik dalam bisnis anda. Memainkan peran dan skenario memungkinkan anda untuk menempatkan diri di balik kebijakan anda untuk karyawan baru. Membocorkan rahasia program dalam setiap departemen dalam bisnis anda untuk mendapatkan informasi melanggar masalah etika. Program ini harus bersifat rahasia dan memungkinkan perlindungan hukum bagi karyawan yang terlibat untuk menghindari litigasi masa depan. Menetapkan sumber daya manusia profesional untuk menangani semua konflik membuat etika perusahaan anda akan ideal.

3.             AKTIVITAS BISNIS INTERNASIONAL – MASALAH BUDAYA
Hakikat bisnis internasional. Bisnis internasional merupakan kegiatan bisnis yang dilakukan melewati batas – batas suatu Negara. Transaksi bisnis seperti ini merupakan transaksi bisnis internasional yang sering disebut sebagai Bisnis Internasional (International Trade) ada juga yang menybutnya sebagai Pemasaran Internasional atau International Marketing. Dilain pihak transaksi bisnis itu dilakukan oleh suatu perusahaan dalam suatu negara dengan perusahaan lain atau individu di negara lain disebut Pemasaran Internasional atau International Marketing. Pemasaran internasional inilah yang biasanya diartikan sebagai Bisnis Internasional , meskipun pada dasarnya ada dua pengertian. Jadi kita dapat membedakan adanya dua buah transaksi bisnis Internasional.Melaksanakan bisnis internasional tentu saja akan lebih banyak memiliki hambatan ketimbang di pasar domestik. Negara lain tentu saja akan memiliki berbagai kepentingan yang sering kali menghambat terlaksananya transaksi bisnis internasional. Disamping itu kebiasaan atau budaya negara lain tentu saja akan berbeda dengan negeri sendiri.

4.             Akuntabilitas Sosial
Akuntabilitas sosial sering kali diartikan menjadi sebuah pendekatan yang menempatkan kontrak sosial sebagai sebuah instrumen dasar dalam mengembangkan prinsip akuntabilitas dari praktek pemerintahan. Pada titik ini, partisipasi setiap warga negara dan segenap elemen civil society sangatlah signifikan. Sebab, inti dari kontrak sosial adalah adanya partisipasi warga negara dan elemen civil society untuk memastikan implementasi prinsip akuntabilitas dalam setiap kebijakan publik.
Berkaitan dengan kontrak sosial, sebuah proses akuntabilitas sosial idealnya bisa memberi ruang bagi masyarakat untuk: pertama, bersuara. Artinya, masyarakat mempunyai kesempatan untuk mengeluarkan pendapat sebagai perwujudan dari hak sipil dan politik yang dimilikinya. Melalui kesempatan bersuara, masyarakat diharapkan bisa berpartisipasi aktif dan menghilangkan berbagai sumbatan dalam proses komunikasi politik di setiap proses kebijakan publik. Kedua, memilih. Artinya, masyarakat diberi kesempatan untuk memilih saluran kepentingan yang sesuai dengan preferensinya masing-masing. Pada titik ini, masyarakat didorong untuk dapat memaksimalkan kepentingannya melalui saluran yang mereka pilih dalam setiap proses kebijakan publik. Ketiga, menentukan jalan ke luar. Artinya, masyarakat memilki cukup ruang untuk menentukan jalan ke luar bagi setiap persoalan yang muncul dalam proses kebijakan publik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Akuntabilitas Sosial, yaitu:
-       Mekanisme hubungan negara-masyarakat
-       Kapasitas masyarakat
-       Kepekaan politisi dan birokrat
-       Lingkungan politik, ekonomi dan budaya yang kondusif

Guna mewujudkan maksimalisasi kinerja akuntabilitas sosial, secara umum, terdapat sejumlah faktor yang sering dijadikan sebagai prasyarat pokok bagi pelaksanaan akuntabilitas sosial. Faktor-faktor tersebut, antara lain:
1)      Keberadaan Mekanisme yang Menjembatani Hubungan antara Negara dan Masyarakat
Usaha untuk mewujudkan sebuah akuntabilitas sosial dalam praktek pemerintahan, banyak bertumpu pada ada tidaknya sejumlah mekanisme yang mampu menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat. Mekanisme ini mempunyai makna strategis, sebab, pertukaran informasi, dialog dan negosiasi dapat dilakukan oleh berbagai elemen baik dari negara maupun dari masyarakat melalui sejumlah mekanisme tersebut. Keberadaan mekanisme yang menjembatani hubungan negara dan masyarakat, di tingkatan operasional, dapat dijadikan sebagai instrumen untuk memperkenalkan cara-cara baru, kesempatan-kesempatan baru serta program-program baru bagi interaksi negara dan masyarakat yang sederhana dan efektif. Selain itu, keberadaan mekanisme ini juga bisa digunakan untuk memperbaiki, memperbarui serta mereformasi berbagai mekanisme, sistem dan aktor yang telah ada dan dianggap usang. Contoh kongkret dari mekanisme yang menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat adalah keberadaan Dinas Komunikasi dan Informasi dari setiap Pemerintah Kabupaten dan Kota. Dinas ini dibentuk tidak untuk pengendalian informasi, namun sebaliknya, justru untuk meniadakan informasi yang asimetris antara negara dan masyarakat.
2)      Keinginan dan Kapasitas dari Warga Negara dan Aktor-aktor Civil Society yang Kuat untuk Secara Aktif Terlibat dalam Proses Akuntabilitas Pemerintah
Adanya keinginan dan kapasitas yang kuat dari warga negara dan aktor-aktor Civil Society untuk terlibat dalam proses akuntabilitas pemerintah merupakan prasyarat penting bagi terwujudnya akuntabilitas sosial. Dalam aras praksis, faktor ini acap kali berbenturan dengan sejumlah persoalan seperti: fakta lemahnya elemen Civil Society dan adanya pemikiran bahwa warga negara kurang berdaya.
3)      Keinginan dan Kapasitas dari Politisi dan Birokrat untuk Mempertimbangkan Masyarakat
Keberadaan faktor ini menjadi demikian penting, sebab, hambatan terbesar bagi perwujudan akuntabilitas sosial sering kali berasal dari keengganan para politisi dan birokrat untuk membuka semua informasi serta mendengarkan setiap pendapat masyarakat. Banyak pengalaman yang menunjukkan bahwa kepekaan politisi dan birokrat terhadap aspirasi masyarakat dapat merubah pola interaksi antara negara dan masyarakat. Pada titik ini, pola interaksi kedua elemen tersebut dapat semakin disinergikan, sehingga terbentuk sebuah pola interaksi yang bersifat timbal balik antara aktor-aktor baik yang berasal dari negara maupun masyarakat.
4)      Lingkungan yang Memungkinkan
Maksudnya adalah proses perwujudan akuntabilitas sosial juga menuntut adanya lingkungan politik, ekonomi dan budaya yang memadai. Pada ranah politik, sebuah proses akuntabilitas sosial tidak mungkin berhasil, manakala tidak didukung oleh keberadaan rejim yang demokratis, adanya sistem multi partai serta pengakuan legal-formal dari hak-hak sipil dan politik dari warga negara. Demikian juga di ranah ekonomi dan budaya, sebuah upaya perwujudan akuntabilitas sosial akan menjadi sia-sia ketika lingkungan sosial dan ekonomi tidak menyediakan kesempatan bagi warga negara untuk memperoleh akses partisipasi yang sama di kedua ranah tersebut.

5.             Manajemen Krisis
Tiada seorang pun dapat mengelak dan melepaskan diri dari terjangan arus perubahan. Perubahan yang dibiarkan tidak dikelola, apabila yang dilawan, akan berkembang menjadi konflik. Penyelesaian konflik yang memuaskan akan membawa para pihak dalam kondisi cooperative aftermath (usai yang mengakibatkan hadirnya kerjasama), sedang penyelesaian yang tidak memuaskan, yang biasanya karena ingin cepat, pada akhirnya akan menimbulkan permusuhan (combative aftermath), penyelesaian combative ini akan menghadirkan konflik baru, yang tidak mustahil, akan berkembang menjadi Krisis.
Setiap krisis adalah suatu emergency, namun tidak setiap emergency adalah suatu krisis. Krisis ditangani oleh manajemen terhadap krisis. Krisis adalah kondisi tidak stabil, yang bergerak kearah suatu titik balik, dan menyandang potensi perubahan yang menentukan. Sedangkan keadaan darurat (emergency) adalah kejadian tiba-tiba, yang tidak diharapkan terjadinya dan menuntut penanganan segera.
Jadi esensi manajemen krisis adalah upaya untuk menekan faktor ketidakpastian dan faktor resiko hingga tingkat serendah mungkin, dengan demikian akan lebih mampu menampilkan sebanyak mungkin faktor kepastiannya. Sebenarnya yang disebut manajemen krisis itu diawali dengan langkah mengupayakan sebanyak mungkin informasi mengenai alternatif-alternatif, maupun mengenai probabilitas, bahkan jika mungkin mengenai kepastian tentang terjadinya, sehingga pengambilan keputusanan mengenai langkah-langkah yang direncanakan untuk ditempuh, dapat lebih didasarkan pada sebanyak mungkin dan selengkap mungkin serta setajam (setepat) mungkin informasinya. Tentu saja diupayakan dari sumber yang dapat diandalkan (reliable), sedangkan materinya juga menyandang bobot nalar yang cukup.
Manajemen krisis membedakan situasi krisis menjadi : pra-krisis dan krisis. Situasi Pra-krisis adalah situasi masih tenang dan stabil, bahkan tanpa tanda-tanda akan terjadinya krisis, sedangakan Situasi Krisis dirinci dalam tahap-tahap prodimal, akut, kronik, dan pengakhiran (resolution). Pada tahap prodomal, hadir tanda-tanda, pada tahap akut, terjadi kerusakan (damage), pada tahap kronik, krisis akan berlanjut yang lebih parah, dan pada tahap pengakhiran, krisis berakhir/teratasi.
Bahwa keempat tahap tersebut dapat terjadi berhimpitan dalam jangka waktu yang singkat, seperti misalnya terjadi pada flu, namun dapat juga terjadi hal sebaliknya, krisis yang berlarut-larut memakan waktu lama dan panjang. Krisis jenis pertama dikenal sebagai krisis berhulu ledak pendek (short fused crisis), sedangkan yang berlarut disebut sebagai krisis berhulu ledak panjang (long fused crisis). Tetapi tidak semua krisis berkembang dalam empat tahap tersebut. Cukup banyak krisis yang melompat dari tahap prodomal langsung ke tahap penyelesaian. Tahapnya dapat berkurang, tetapi tidak pernah lebih dari empat. Adalah tugas manajemen krisis untuk mencegah terjadinya suatu krisis, dan seandainya tidak dapat lagi tercegahkan, adalah tugasnya pula untuk secepat mungkin menghalaunya masuk ketahap penyelesaian.




http://www.ptpn4.co.id/wb/hp1.html
http://www.wedaran.com/170/etika-dalam-tempat-kerja/
http://gustyrandaa.blogspot.co.id/2013/11/isu-etika-signifikan-dalam-dunia-bisnis.html?m=1
http://jurnalpamel.blogspot.co.id/2009/04/akuntabilitas-sosial.html?m=1
http://fungsiumum.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-manajemen-krisis.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar