BAB 12
ISU ETIKA SIGNIFIKAN DALAM DUNIA
BISNIS DAN PROFESI
1.
BENTURAN
KEPENTINGAN
Benturan
Kepentingan (Conflict of Interest), adalah situasi dimana terdapat konflik
kepentingan insan perusahaan memanfaatkan kedudukan dan wewenang yang
dimilikinya (baik dengan sengaja maupun tidak sengaja) dalam perusahaan untuk
kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya sehingga tugas yang diamanatkan
tidak dapat dilaksanakan dengan obyektif dan berpotensi merugikan perusahaan.
Diatur di dalam PERATURAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI PT PERKEBUNAN
NUSANTARA IV (PERSERO) NOMOR : DK-58/PER/XI/2013 NOMOR : 04.03/PER/11/XI/2013.
Sumber
benturan kepentingan
1)
Kekuasaan
dan kewenangan insan perusahaan.
2)
Perangkapan
jabatan, yaitu insan perusahaan memegang jabatan lain yang memiliki benturan
kepentingan dengan tugas dan tanggung jawab pokoknya pada perusahaan, sehingga
tidak dapat menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan
akuntabel.
3)
Hubungan
afiliasi, yaitu hubungan yang dimiliki oleh insan perusahaan dengan pihak yang
terkait dengan kegiatan usaha perusahaan, baik karena hubungan darah, hubungan
perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya.
4)
Gratifikasi,
yaitu kegiatan pemberian dan atau penerimaan hadiah/cinderamata dan hiburan,
baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, dan yang dilakukan
dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik, yang
dilakukan oleh Insan perusahaan terkait dengan wewenang/jabatannya di
perusahaan, sehingga dapat menimbulkan benturan kepentingan yang mempengaruhi
independensi, objektivitas, maupun profesionalisme insan perusahaan.
5)
Kelemahan
sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan
pelaksanaan kewenangan insan perusahaan yang disebabkan karena aturan, struktur
dan budaya perusahaan yang ada.
6)
Kepentingan
pribadi (vested interest) yaitu keinginan/kebutuhan insan perusahaan mengenai
suatu hal yang bersifat pribadi
2.
ETIKA
DALAM TEMPAT KERJA
Perusahaan
menghadapi banyak tantangan dalam permasalahan mengenai etika di tempat kerja.
Salah satunya adalah bagaimana individu berperilaku. Perusahaan ingin karyawan
mereka untuk berbicara, bertindak, dan berpakaian dengan profesional. Sebagian
besar perusahaan memiliki aturan berpakaian. Di hari ini lebih sulit untuk
menemukan karyawan yang lebih muda tanpa tato atau tindikan. Sulit untuk
mencari kandidat yang tepat ketika mereka tidak memiliki alat untuk menutupi
seni tubuh mereka. Ada juga masalah kesempatan yang sama. Seorang majikan tidak
bisa bilang aku tidak bisa mempekerjakanmu karena kamu bertindik.
Perusahaan
harus berhati-hati dalam melarang tindikan dan tato, menyadari bahwa beberapa
diantaranya adalah hasil dari praktek budaya dan agama. Sebagai contoh, seorang
wanita dari India mungkin memiliki hidung ditindik. Jika anda memerlukan dia
untuk membawanya keluar, apakah anda terlibat dalam perilaku diskriminatif
terhadap asal-usul kebangsaan atau ras? Anda pada dasarnya akan mengatakan
padanya bahwa praktek budayanya tidak profesional di tempat kerja, yang lebih
ofensif daripada perhiasan.
Perusahaan
dapat meminta seorang pekerja untuk menghapus tato. Apakah itu benar-benar
layak, dan akankah perusahaan membayar untuk itu? Mungkin lebih baik untuk
hanya mengatakan bahwa tato harus ditutupi. Ini dapat menghabiskan biaya besar
untuk pengobatan laser untuk menghilangkan tato. Apakah anda memecat seseorang
sementara itu, karena mereka tidak bisa menutupi tato?
Perusahaan
juga menghadapi tantangan dengan kejujuran karyawan. Mereka harus masuk kerja
tepat waktu dan siap untuk melakukan pekerjaan mereka karena mereka dibayar
untuk bekerja. Mereka harus memperlakukan satu sama lain dengan hormat. Tapi
ketika pelanggaran etika yang terjadi semakin sering itu tidak terlaporkan,
para pekerja telah menjadi sinis terhadap manajemen atau mereka takut
akibatnya.
Membiarkan
rasa takut atau sinisme berarti melanggar etika. Manajemen perlu untuk
mengambil tindakan dan mengubah cara karyawan mereka tentang pelaporan
kesalahan. Ketika orang-orang di tempat kerja gagal untuk mengungkapkan
kesalahan maka memungkinkan masalah juga bertambah.
Tidak ada
yang belajar dari kesalahan yang dibuat dan gagal melihat pentingnya dalam
mengendalikan tindakan mereka. Saat masalah pelaporan terhalang, orang akan
beralih ke luar. Jika seorang karyawan berubah menjadi media misalnya, hasilnya
sangat buruk bagi perusahaan. Investigasi oleh pihak luar berarti membuahkan
rasa malu. Paling tidak kehilangan reputasi perusahaan dan mungkin juga
tuntutan hukum. Pekerja ingin berhubungan dengan organisasi yang mereka percaya
dan suka.
Cara bahwa
manajemen dapat mengatasi masalah-masalah etis untuk menghargai karyawan dan
departemen dengan etika teladan sebagai bagian dari kebijakan etika bisnis.
Anda dapat mengenali keberhasilan dan menjaga standar yang tinggi dalam bisnis
anda melalui newsletter personil, catatan, promosi karyawan, dan bonus.
Menunjukkan cara yang benar dan menangani konflik dalam bisnis anda. Memainkan
peran dan skenario memungkinkan anda untuk menempatkan diri di balik kebijakan
anda untuk karyawan baru. Membocorkan rahasia program dalam setiap departemen
dalam bisnis anda untuk mendapatkan informasi melanggar masalah etika. Program
ini harus bersifat rahasia dan memungkinkan perlindungan hukum bagi karyawan
yang terlibat untuk menghindari litigasi masa depan. Menetapkan sumber daya
manusia profesional untuk menangani semua konflik membuat etika perusahaan anda
akan ideal.
3.
AKTIVITAS
BISNIS INTERNASIONAL – MASALAH BUDAYA
Hakikat
bisnis internasional. Bisnis internasional merupakan kegiatan bisnis yang
dilakukan melewati batas – batas suatu Negara. Transaksi bisnis seperti ini
merupakan transaksi bisnis internasional yang sering disebut sebagai Bisnis
Internasional (International Trade) ada juga yang menybutnya sebagai Pemasaran
Internasional atau International Marketing. Dilain pihak transaksi bisnis itu
dilakukan oleh suatu perusahaan dalam suatu negara dengan perusahaan lain atau
individu di negara lain disebut Pemasaran Internasional atau International
Marketing. Pemasaran internasional inilah yang biasanya diartikan sebagai
Bisnis Internasional , meskipun pada dasarnya ada dua pengertian. Jadi kita
dapat membedakan adanya dua buah transaksi bisnis Internasional.Melaksanakan
bisnis internasional tentu saja akan lebih banyak memiliki hambatan ketimbang
di pasar domestik. Negara lain tentu saja akan memiliki berbagai kepentingan
yang sering kali menghambat terlaksananya transaksi bisnis internasional.
Disamping itu kebiasaan atau budaya negara lain tentu saja akan berbeda dengan
negeri sendiri.
4.
Akuntabilitas
Sosial
Akuntabilitas sosial sering kali diartikan menjadi sebuah
pendekatan yang menempatkan kontrak sosial sebagai sebuah instrumen dasar dalam
mengembangkan prinsip akuntabilitas dari praktek pemerintahan. Pada titik ini,
partisipasi setiap warga negara dan segenap elemen civil society sangatlah
signifikan. Sebab, inti dari kontrak sosial adalah adanya partisipasi warga
negara dan elemen civil society untuk memastikan implementasi prinsip
akuntabilitas dalam setiap kebijakan publik.
Berkaitan dengan kontrak sosial, sebuah proses akuntabilitas
sosial idealnya bisa memberi ruang bagi masyarakat untuk: pertama, bersuara.
Artinya, masyarakat mempunyai kesempatan untuk mengeluarkan pendapat sebagai
perwujudan dari hak sipil dan politik yang dimilikinya. Melalui kesempatan
bersuara, masyarakat diharapkan bisa berpartisipasi aktif dan menghilangkan
berbagai sumbatan dalam proses komunikasi politik di setiap proses kebijakan
publik. Kedua, memilih. Artinya, masyarakat diberi kesempatan untuk memilih
saluran kepentingan yang sesuai dengan preferensinya masing-masing. Pada titik
ini, masyarakat didorong untuk dapat memaksimalkan kepentingannya melalui
saluran yang mereka pilih dalam setiap proses kebijakan publik. Ketiga,
menentukan jalan ke luar. Artinya, masyarakat memilki cukup ruang untuk
menentukan jalan ke luar bagi setiap persoalan yang muncul dalam proses
kebijakan publik.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Akuntabilitas Sosial, yaitu:
-
Mekanisme
hubungan negara-masyarakat
-
Kapasitas
masyarakat
-
Kepekaan
politisi dan birokrat
-
Lingkungan
politik, ekonomi dan budaya yang kondusif
Guna
mewujudkan maksimalisasi kinerja akuntabilitas sosial, secara umum, terdapat sejumlah
faktor yang sering dijadikan sebagai prasyarat pokok bagi pelaksanaan
akuntabilitas sosial. Faktor-faktor tersebut, antara lain:
1)
Keberadaan
Mekanisme yang Menjembatani Hubungan antara Negara dan Masyarakat
Usaha untuk mewujudkan sebuah akuntabilitas sosial dalam praktek
pemerintahan, banyak bertumpu pada ada tidaknya sejumlah mekanisme yang mampu
menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat. Mekanisme ini mempunyai
makna strategis, sebab, pertukaran informasi, dialog dan negosiasi dapat dilakukan
oleh berbagai elemen baik dari negara maupun dari masyarakat melalui sejumlah
mekanisme tersebut. Keberadaan mekanisme yang menjembatani hubungan negara dan
masyarakat, di tingkatan operasional, dapat dijadikan sebagai instrumen untuk
memperkenalkan cara-cara baru, kesempatan-kesempatan baru serta program-program
baru bagi interaksi negara dan masyarakat yang sederhana dan efektif. Selain
itu, keberadaan mekanisme ini juga bisa digunakan untuk memperbaiki,
memperbarui serta mereformasi berbagai mekanisme, sistem dan aktor yang telah
ada dan dianggap usang. Contoh kongkret dari mekanisme yang menjembatani
hubungan antara negara dan masyarakat adalah keberadaan Dinas Komunikasi dan
Informasi dari setiap Pemerintah Kabupaten dan Kota. Dinas ini dibentuk tidak
untuk pengendalian informasi, namun sebaliknya, justru untuk meniadakan
informasi yang asimetris antara negara dan masyarakat.
2)
Keinginan
dan Kapasitas dari Warga Negara dan Aktor-aktor Civil Society yang Kuat untuk
Secara Aktif Terlibat dalam Proses Akuntabilitas Pemerintah
Adanya keinginan dan kapasitas yang kuat dari warga negara dan
aktor-aktor Civil Society untuk terlibat dalam proses akuntabilitas pemerintah
merupakan prasyarat penting bagi terwujudnya akuntabilitas sosial. Dalam aras
praksis, faktor ini acap kali berbenturan dengan sejumlah persoalan seperti:
fakta lemahnya elemen Civil Society dan adanya pemikiran bahwa warga negara
kurang berdaya.
3)
Keinginan
dan Kapasitas dari Politisi dan Birokrat untuk Mempertimbangkan Masyarakat
Keberadaan faktor ini menjadi demikian penting, sebab, hambatan terbesar
bagi perwujudan akuntabilitas sosial sering kali berasal dari keengganan para
politisi dan birokrat untuk membuka semua informasi serta mendengarkan setiap
pendapat masyarakat. Banyak pengalaman yang menunjukkan bahwa kepekaan politisi
dan birokrat terhadap aspirasi masyarakat dapat merubah pola interaksi antara
negara dan masyarakat. Pada titik ini, pola interaksi kedua elemen tersebut
dapat semakin disinergikan, sehingga terbentuk sebuah pola interaksi yang
bersifat timbal balik antara aktor-aktor baik yang berasal dari negara maupun
masyarakat.
4)
Lingkungan
yang Memungkinkan
Maksudnya adalah proses perwujudan akuntabilitas sosial juga menuntut
adanya lingkungan politik, ekonomi dan budaya yang memadai. Pada ranah politik,
sebuah proses akuntabilitas sosial tidak mungkin berhasil, manakala tidak
didukung oleh keberadaan rejim yang demokratis, adanya sistem multi partai
serta pengakuan legal-formal dari hak-hak sipil dan politik dari warga negara.
Demikian juga di ranah ekonomi dan budaya, sebuah upaya perwujudan
akuntabilitas sosial akan menjadi sia-sia ketika lingkungan sosial dan ekonomi
tidak menyediakan kesempatan bagi warga negara untuk memperoleh akses
partisipasi yang sama di kedua ranah tersebut.
5.
Manajemen
Krisis
Tiada seorang
pun dapat mengelak dan melepaskan diri dari terjangan arus perubahan. Perubahan
yang dibiarkan tidak dikelola, apabila yang dilawan, akan berkembang menjadi
konflik. Penyelesaian konflik yang memuaskan akan membawa para pihak dalam
kondisi cooperative aftermath (usai yang mengakibatkan hadirnya kerjasama),
sedang penyelesaian yang tidak memuaskan, yang biasanya karena ingin cepat,
pada akhirnya akan menimbulkan permusuhan (combative aftermath), penyelesaian
combative ini akan menghadirkan konflik baru, yang tidak mustahil, akan
berkembang menjadi Krisis.
Setiap krisis
adalah suatu emergency, namun tidak setiap emergency adalah suatu krisis.
Krisis ditangani oleh manajemen terhadap krisis. Krisis adalah kondisi tidak
stabil, yang bergerak kearah suatu titik balik, dan menyandang potensi
perubahan yang menentukan. Sedangkan keadaan darurat (emergency) adalah
kejadian tiba-tiba, yang tidak diharapkan terjadinya dan menuntut penanganan
segera.
Jadi esensi
manajemen krisis adalah upaya untuk menekan faktor ketidakpastian dan faktor
resiko hingga tingkat serendah mungkin, dengan demikian akan lebih mampu
menampilkan sebanyak mungkin faktor kepastiannya. Sebenarnya yang disebut
manajemen krisis itu diawali dengan langkah mengupayakan sebanyak mungkin
informasi mengenai alternatif-alternatif, maupun mengenai probabilitas, bahkan
jika mungkin mengenai kepastian tentang terjadinya, sehingga pengambilan
keputusanan mengenai langkah-langkah yang direncanakan untuk ditempuh, dapat
lebih didasarkan pada sebanyak mungkin dan selengkap mungkin serta setajam
(setepat) mungkin informasinya. Tentu saja diupayakan dari sumber yang dapat
diandalkan (reliable), sedangkan materinya juga menyandang bobot nalar yang
cukup.
Manajemen
krisis membedakan situasi krisis menjadi : pra-krisis dan krisis. Situasi
Pra-krisis adalah situasi masih tenang dan stabil, bahkan tanpa tanda-tanda
akan terjadinya krisis, sedangakan Situasi Krisis dirinci dalam tahap-tahap
prodimal, akut, kronik, dan pengakhiran (resolution). Pada tahap prodomal,
hadir tanda-tanda, pada tahap akut, terjadi kerusakan (damage), pada tahap
kronik, krisis akan berlanjut yang lebih parah, dan pada tahap pengakhiran,
krisis berakhir/teratasi.
Bahwa keempat
tahap tersebut dapat terjadi berhimpitan dalam jangka waktu yang singkat,
seperti misalnya terjadi pada flu, namun dapat juga terjadi hal sebaliknya,
krisis yang berlarut-larut memakan waktu lama dan panjang. Krisis jenis pertama
dikenal sebagai krisis berhulu ledak pendek (short fused crisis), sedangkan
yang berlarut disebut sebagai krisis berhulu ledak panjang (long fused crisis).
Tetapi tidak semua krisis berkembang dalam empat tahap tersebut. Cukup banyak
krisis yang melompat dari tahap prodomal langsung ke tahap penyelesaian.
Tahapnya dapat berkurang, tetapi tidak pernah lebih dari empat. Adalah tugas
manajemen krisis untuk mencegah terjadinya suatu krisis, dan seandainya tidak
dapat lagi tercegahkan, adalah tugasnya pula untuk secepat mungkin menghalaunya
masuk ketahap penyelesaian.
http://www.ptpn4.co.id/wb/hp1.html
http://www.wedaran.com/170/etika-dalam-tempat-kerja/
http://gustyrandaa.blogspot.co.id/2013/11/isu-etika-signifikan-dalam-dunia-bisnis.html?m=1
http://jurnalpamel.blogspot.co.id/2009/04/akuntabilitas-sosial.html?m=1
http://fungsiumum.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-manajemen-krisis.html?m=1