BAB 5
KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI
1.
KODE PERILAKU
PROFESIONAL
Kode
perilaku profesional dapat dikatakan sebagai pedoman umum yang mengikat dan
mengatur setiap anggota serta sebagai pengikat suatu anggota untuk
bertindak. Kode perilaku profesional diperlukan untuk menjaga kepercayaan
masyarakat atas kualitas pelayanan yang diberikan oleh profesi. Kode perilaku
profesi terdiri dari prinsip-prinsip, peraturan etika, interprestasi atas
peraturan etika dan kaidah etika.
Garis besar kode etik dan perilaku
professional adalah :
a) Kontribusi untuk
masyarakat dan kesejahteraan manusia
Prinsip mengenai
kualitas hidup semua orang menegaskan kewajiban untuk melindungi hak asasi
manusia dan menghormati keragaman semua budaya. Sebuah tujuan utama profesional
komputasi adalah untuk meminimalkan konsekuensi negatif dari sistem komputasi,
termasuk ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan.
b) Hindari menyakiti
orang lain
“Harm” berarti
konsekuensi cedera, seperti hilangnya informasi yang tidak diinginkan,
kehilangan harta benda, kerusakan harta benda, atau dampak lingkungan yang
tidak diinginkan.
c) Bersikap jujur
dan dapat dipercaya
Kejujuran
merupakan komponen penting dari kepercayaan. Tanpa kepercayaan suatu organisasi
tidak dapat berfungsi secara efektif.
d) Bersikap adil dan
tidak mendiskriminasi
Nilai – nilai
kesetaraan, toleransi, menghormati orang lain, dan prinsip – prinsip keadilan
yang sama dalam mengatur perintah.
e) Hak milik yang
temasuk hak cipta dan hak paten
Pelanggaran hak
cipta, hak paten, rahasia dagang dan syarat – syarat perjanjian lisensi
dilarang oleh hukum di setiap keadaan.
f) Memberikan kredit
yang pantas untuk property intelektual
Komputasi
profesional diwajibkan untuk melindungi integritas dari kekayaan intelektual.
g) Menghormati
privasi orang lain
Komputasi dan
teknologi komunikasi memungkinkan pengumpulan dan pertukaran informasi pribadi
pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah peradaban.
h) Kepercayaan
Prinsip kejujuran meluas ke masalah
kerahasiaan informasi setiap kali salah satu telah membuat janji eksplisit
untuk menghormati kerahasiaan atau, secara implisit, saat informasi pribadi
tidak secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan tugas seseorang.
2.
PRINSIP-PRINSIP
ETIKA: IFAC, AICPA, IAI
Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC
1)
Integritas. Seorang akuntan profesiona harus
bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya.
2)
Objektivitas. Seorang akuntan profesional seharusnya
tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah
penguruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan
profesional.
3)
Kompetensi profesional dan kehati-hatian.
Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan
dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan
untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang
kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik
terkini. Seorang akuntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti
standar-standar profesional haus bekerja secara tekun serta mengikuti
standar-standar profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa
profesional.
4)
Kerahasiaan. Seorang akuntan profesional harus
menghormati kerahasiaan informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan
profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada
pihak ketiga tanpa izin yang enar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban
hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya.
5)
Perilaku Profesional. Seorang akuntan
profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan
harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi
Kode Etik AICPA terdiri atas dua
bagian; bagian pertama berisi prinsip-prinsip Etika dan pada bagian kedua
berisi Aturan Etika (rules) :
1) Tanggung Jawab
Dalam menjalankan tanggung jawab sebagai
seorang profesional,anggota harus menjalankan pertimbangan moral dan
profesional secara sensitive.
2) Kepentingan
Publik
Anggota harus menerima kewajiban mereka untuk
bertindak sedemikian rupa demi melayani kepentingan publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
3) Integritas
Untuk memelihara dan memperluas keyakinan
publik, anggota harus melaksanakan semua tanggung jawab profesinal dengan ras
integritas tertinggi.
4) Objektivitas dan
Independensi
Seorang anggota harus memelihara objektivitas
dan bebas dari konflik kepentingan dalam menunaikan tanggung jawab
profesional.Seorang anggota dalam praktik publik seharusnya menjaga
independensi dalam faktadan penampilan saat memberikan jasa auditing dan atestasi
lainnya
5) Kehati-hatian
(due care)
Seorang anggota harus selalu mengikuti
standar-standar etika dan teknis profesi terdorong untuk secara terus menerus
mengembangkan kompetensi dan kualitas jasa, dan menunaikan tanggung jawab
profesional sampai tingkat tertinggi kemampuan anggota yang bersangkutan
6) Ruang Iingkup dan
Sifat Jasa
Seorang anggota dalam praktik publik harus
mengikuti prinsip-prinsip kode Perilaku Profesional dalam menetapkan ruang
lingkup an sifat jasa yang diberikan.
Prinsip etika akuntan atau kode etik
akuntan itu meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007).
Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki
oleh seorang akuntan, yaitu :
1)
Tanggung jawab profesi : bahwa akuntan di
dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan professional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
2)
Kepentingan publik : akuntan sebagai anggota IAI
berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepentingan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3)
Integritas : akuntan sebagai seorang
profesional, dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi
mungkin.
4)
Obyektifitas : dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya,
setiap akuntan sebagai anggota IAI harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan.
5)
Kompetensi dan kehati-hatian profesional :
akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh
kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional
yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang
paling mutakhir.
6)
Kerahasiaan : akuntan harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak
boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali
bila ada hak atau kewajiban profesional atau hokum untuk mengungkapkannya.
7)
Perilaku profesional : akuntan sebagai seorang
profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
8)
Standar teknis : akuntan dalam menjalankan
tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.
3.
ATURAN DAN
INTERPRETASI ETIKA
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang
dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan
dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai
sebagai Interpretasi dan atau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan
interpretasi baru untuk menggantikannya.
Pernyataan Etika Profesi yang
berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika
sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam
masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan
sukarela anggota.
Kepatuhan anggota juga ditentukan
oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada
akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh
organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.
CONTOH
KASUS
KASUS LIPPO
Beberapa kasus yang hampir serupa juga
terjadi di Indonesia, salah satunya adalah laporan keuangan ganda Bank Lippo pada
tahun 2002. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan
oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing- masing berbeda. Laporan
yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui
media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002,
dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor
akuntan public Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan
disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga versi
laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan
”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari
2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil
alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar
Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan
pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan
kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat
pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp
24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena itu
BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk.
sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa
pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28
Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada
Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko
& Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan
AYDA Bank Lippo selama 35 hari. Kasus-kasus skandal diatas menyebabkan profesi
akuntan beberapa tahun terakhir telah mengalami krisis kepercayaan. Hal itu mempertegas
perlunya kepekaan profesi akuntan terhadap etika. Jones, et al. (2003) lebih memilih
pendekatan individu terhadap kepedulian etika yang berbeda dengan pendekatan
aturan seperti yang berdasarkan pada Sarbanes Oxley Act. Mastracchio (2005) menekankan
bahwa kepedulian terhadap etika harus diawali dari kurikulum akuntansi, jauh sebelum
mahasiswa akuntansi masuk di dunia profesi akuntansi. Dari kedua kasus di atas,
dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam profesi akuntan terdapat masalah yang cukup
pelik di mana di satu sisi para akuntan harus menunjukkan independensinya sebagai
auditor dengan menyampaikan hasil audit ke masyarakat secara obyektif, tetapi
di sisi lain mereka dipekerjakan dan dibayar oleh perusahaan yang tentunya memiliki
kepentingan tersendiri.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar