Jumat, 20 Juni 2014

TUGAS INDIVIDU

KASUS KORUPSI MELINDA DEE DI CITIBANK

Sejak Agustus 1989, Malinda Dee tercatat sebagai karyawan di Citibank. Sejak diterima, ia dikenal sebagai anak emas karena kemampuannya membawa nasabah-nasabah. Hingga pada akhirnya ia menjabat sebagai Relationship Manager Citibank, dengan pangkat Vice President yang merupakan pangkat tertinggi untuk karyawan di Citibank.

Para nasabah yang ditangani Melinda biasanya adalah nasabah kelas kakap dengan dana lebih dari 500 juta. Melinda pun melakukan modus penipuan dengan menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan para nasabah kepadanya. Akan tetapi tidak mudah bagi Melinda mendapatkan kepercayaan para nasabah. Ia terlebih dahulu memperlakukan mereka secara istimewa, misalnya dengan melayani di ruang khusus di kantor Citibank. Perlakuan ini tidak hanya diberikannya dalam waktu singkat, tetapi hingga puluhan tahun sampai nasabah sangat percaya. Dari situlah Melinda mencermati pola transaksi nasabah yang bersangkutan, kemudian mengajukan blanko kosong untuk ditanda tangani. Blanko inilah yang ia gunakan untuk menarik dana guna dialirkan ke beberapa perusahaan pribadi miliknya dengan memerintahkan Dwi Herawati selaku bawahannya. Nilainya mencapai antara Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar. Bukan hanya Dwi, tetapi masih ada 2 bawahannya lagi yang turut serta dalam kasus ini yaitu Novianty Iriane dan Betharia Panjaitan. Ketiga bawahan Melinda tersebut menjabat sebagai Head Teller Citibank. Untuk menutupi bukti kejahatannya, Melinda membuat perusahaan pribadinya yang dialiri dana nasabah Citibank atas nama orang lain. Beberapa perusahaan pribadi yang dialiri dana tersebut ysitu PT Sarwahita Global Manajemen, PT Porta Axell Amitee, PT Qadeera Agilo Resources dan PT Axcomm Infoteco Centro. Dari perusahaan-perusahaan tersebut, Melinda juga menarik uang untuk kepentingan pribadinya, Andhika, suaminya maupun adiknya, Visca Lovitasari serta suami Visca, Ismail bin Janim. Andhika menampung uang cucian itu ke banyak rekening dengan identitas yang berbeda karena munggunakan KTP palsu. Dan Andhika pun juga terseret dalam kasus ini dengan tuduhan tindak pidana pencucian uang.

Hingga akhirnya pada tanggal 25 Maret 2011, Mabes Polri mengungkap kasus penggelapan dana nasabah di Citibank atas laporan nasabah. Polisi menangkap Melinda dan turut menyita sejumlah barang bukti, antara lain dokumen-dokumen transaksi dan 1 unit mobil merek Hummer-3 Luxury Sport Utility B 18 DIK yang ditaksir seharga Rp 3,4 miliar. Diduga Melinda sudah melakukan tindakan jahatnya sudah tiga tahun terakhir ini sejak tahun 2009 lalu.

Dan pada tanggal 18 Agustus 2011, Melinda pun meringkuk dalam Rumah Tahanan Bareskrim Mabes Polri setelah menjalani perawatan selama tiga bulan di rumah sakit untuk menjalani operasi payudara tahap kedua yang sebelumnya sudah dilakukan tahap pertama pada tanggal 14 Juni 2011.

Kasus ini relatif terhambat penyelidikannya karena sejauh ini baru tiga nasabah yang berani melapor polisi. Korban Melinda diduga lebih dari 3 karena ia memiliki ratusan nasabah. Proses penyelidikan juga terhambat aturan perbankan yang merahasiakan identitas dan ajumlah dana nasabah dan saat ini penyelidikan masih tertuju pada tiga nasabah saja. 

Andhika didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, d, f UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 5 ayat (1) UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 263 Ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Adapun Visca ditetapkan diadili setelah menampung dana dari Melinda senilai lebih dari Rp8miliar, dalam kurun waktu 24 Januari 2007 sampai tanggal 19 Oktober 2010. Tahap pertama Melinda menyetor sebesar Rp2.063.723.000. Lalu, Malinda mengirim lagi Rp.5.429.199.000 dan selanjutnya Rp66juta, dan terakhir Rp401.480.000. Jaksa mengatakan, dari tiap transaksi itu, Visca mendapat imbalan sebesar Rp5 juta. Sedangkan suaminya, Ismail yang juga diadili didakwa menampung uang dari Melinda sekira Rp20,4 miliar sejak bulan Januari 2010 hingga Oktober 2010 dalam 51 kali transaksi.

Sementara itu, jaksa menjerat Melinda dengan pasal berlapis, yaitu pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pertama, dia dijerat Pasal 49 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP.

Kedua, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Ancamannya adalah 15 tahun penjara.

Kasus ini tentunya bisa menimbulkan kerugian dan dampak buruk bagi dunia perbankan Indonesia serta Citibank, khususnya pada manajemen likuiditasnya. Manajemen likuiditas adalah Kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup utk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yg telah dikeluarkan kpd nasabah serta pengelolaan atas reserve requirement (RR) atau Primary reserve atau Giro wajib minimum sesuai ketentuan BI, dan secondary reserve. Resiko yang dapat timbul apabila gagal dalam manajemen likuiditas adalah resiko pendanaan dan resiko bunga.

Bisa dikatakan bahwa implikasi negatif dari kasus ini, Jika Citibank tidak bisa atau tidak memiliki kemampuan dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan nasabah sebab penggelapan dana oleh Malinda Dee ini maka Citibank bisa saja dilikuidasi oleh Bank Indonesia serta hilangnya trust atau kepercayan nasabah dan masyarakat kepada Citibank pada khususnya dan perbankan indonesia pada umumnya. Informasi baru, Citibank mengkonfirmasikan ke masyarakat bahwa pihak Citibank menjamin uang nasabah dan aman.


DAFTAR PUSTAKA